Mentri sebaiknya dari kalangan profesional

Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dikabarkan tengah menyiapkan perombakan (reshuffle) kabinet kerja. Namun kabar itu ditepis langsung Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi.

Johan mengatakan, dirinya sendiri belum mendapatkan konfirmasi terkait isu yang berhembus belakangan ini dari Jokowi. "Sampai hari ini belum ada informasi atau terkonfirmasi presiden melakukan reshuffle kabinet. Melakukan reshuffle atau tidak tentu ini kewenangan dan hak prerogatif presiden," sebutnya di Hotel Holiday In Bandung

Dia mengatakan, istana sendiri memang tidak terpengaruh dengan kabar yang berhembus belakangan ini. Sekadar diketahui, beberapa nama disebut akan mengisi kursi sejumlah menteri seperti eks presenter Metro TV Najwa Shihab, Mantan Panglima TNI Moeldoko sampai Sekjen Golkar Idrus Marham.
 

Beberapa kali disampaikan bahwa Presiden untuk melakukan reshuffle itu tidak terpengaruh oleh rumor yang beredar. Beberapa waktu yang lalu kan banyak beredar di medsos atau media. Kan katanya si A menggantikan si B, sampai hari ini belum adakan? Jadi reshuffle itu kewenangan presiden," katanya.

Dia melanjutkan, reshuffle sendiri sebenarnya bukanlah hal yang harus dipermasalahkan. Untuk menunjang kinerja pemerintah, tentu Jokowi punya kriteria mengejar target yang ingin dicapai.

Presiden sering menyampaikan bahwa evaluasi dilakukan secara terus menerus dalam kaitan dengan menjalankan fungsi kementerian di kabinet. Untuk mengukur kinerja menteri tentu tidak hanya mengandalkan data-data atau capaian prestasi yang disampaikan oleh menteri terkait, tapi presiden punya ukuran-ukuran lain secara informal," imbuhnya. 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil tidak sepakat jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan perombakan (reshuffle) kabinet kerja di sisa masa jabatannya yang tinggal dua tahun. Menurutnya dengan kembali melakukan reshuffle akan membuat kesan adanya pertukaran penguasa.
 

Justru kalau reshuffle itu akan terkesan bahwa tukar guling, politik dagang sapi sedang dilakukan oleh presiden untuk mengamankan posisinya di 2019. Makanya saya katakan kalau dia reshuffle itu merugikan dia," kata Nasir dalam diskusi Evaluasi 3 tahun pemerintahan Jokowi di Warung komando, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (6/10).

Nasir menuturkan, reshuffle juga bisa menimbulkan perasaan benci dari partai yang menterinya dilengserkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Bahkan kata Nasir, bisa saja partai tersebut melakukan hal-hal yang tidak diinginkan saat pilpres 2019 mendatang.

"Apalagi kemudian ada partai yang menterinya diganti. Itu akan menimbulkan sakit hati, bahkan bisa-bisa partai itu di pilpres berseberangan dengan Presiden Jokowi," ungkapnya.

Lanjutnya, jika Jokowi ingin melakukan reshuffle kabinet sebaiknya menteri yang dilengserkan diganti dengan seseorang yang bukan berasal dari suatu partai politik. Hal itu dilakukan agar pemerintahan Jokowi-JK bisa lebih fokus untuk menjalani pemerintahan.

"Kalau pun mengganti menteri-menteri koordinator saya enggak tahu apakah itu akan efektif atau tidak. Kecuali, presiden mengganti orang di luar parpol, sehingga di 2019 lni bisa fokus, tidak terpengaruh dengan hiruk pikuk politik yang ada. Kalau pun membantu parpol tidak terang-terangan," ujarnya.

"Iya saya pikir kalau perspektifnya bahwa nanti di 2018-2019 menteri-menteri yang dari parpol akan sibuk mengurus pilkada, pemilu," ucapnya


Related

NEWS 6509686183330492862

Post a Comment

emo-but-icon

PELUANG BISNIS OURCITRUS

PRODUK OURCITRUS

Hot in week

Comments

Random Post

PELUANG BISNIS

item