Kenapa Banyak Sarjana Pertanian Tidak Tertarik Membuka Lahan Pertanian
https://forwardsnews.blogspot.com/2017/09/kenapa-banyak-sarjana-pertanian-tidak.html
Jokowi mengaku punya data bahwa 'banyak direksi perbankan BUMN yang
(berasal) dari IPB'. Padahal, menurutnya, sarjana lulusan pertanian
diperlukan untuk tetap fokus di sektor tersebut, untuk mengembangkan
pertanian di Indonesia.
- Sawah menjadi perumahan atau industri jadi ancaman ketahanan pangan
- Bagaimana pertanian vertikal menemukan kembali pertanian?
Lalu mengapa banyak lulusan pertanian yang 'pindah haluan'?
Menurut
pakar pertanian yang juga merupakan dosen IPB, Dwi Andreas, 'fenomena'
ini terjadi karena "(sektor pertanian) tidak mendatangkan pendapatan
yang memadai."
Berdasarkan datanya, 'hanya delapan persen' generasi muda di bawah 35 tahun yang berkecimpung di dunia pertanian. Dia mengindikasikan banyaknya lulusan pertanian yang bekerja di
sektor lain, juga dipicu oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
sendiri.
"Lulusan tidak tertarik ke dunia pertanian karena alasan
pendapatan. Pendapatan tidak memadai karena pemerintah menginginkan
harga produk pertanian yang rendah, sehingga pendapatan petani terus
menurun. Alhasil tidak menarik lagi baik kaum muda," tegasnya.
'Tidak hanya bertani'
Alasan kurang 'basahnya' profesi di bidang pertanian, peternakan dan perikanan, juga diutarakan salah satu lulusan IPB, Alvon.Lulus
dari fakultas perikanan dan kelautan, dan sempat bekerja di sebuah
tambak udang di Lampung, Alvon kemudian memutuskan banting setir, pindah
ke sektor IT dan telekomunikasi.
Baca Juga Potensi Wisata
"Saat itu masih idealis. Dulu saya lihat potensi kelautan itu tinggi, tapi ternyata potensi ini lama-lama berkurang... Mau nggak mau tuntutan untuk harus punya duit lah, penghasilan lah, memicu untuk coba cari pekerjaan lain,"
Dosen IPB Dwi Andreas menyebut, salah satu cara untuk membuat para
lulusan untuk tetap setia dengan apa yang mereka pelajari di kampus,
adalah dengan mengubah citra bahwa sektor pertanian, peternakan dan
perikanan, 'juga bernilai ekonomi tinggi'.
"Pertanian itu tidak
hanya terjun langsung bercocok tanam, tapi juga ada sektor di luar
sawah-ladang, yang lebih menjanjikan (secara finansial); misalnya di
penggilingan, peningkatan kualitas produk dan pemasaran."
Lebih jauh lagi dia menekankan bahwa sarjana pertanian sebenarnya
dituntut untuk lebih menjadi pemikir, perencana pertanian yang mampu
mengorganisasi dan berinovasi, bukan dalam taraf mempraktikkan.
Yang bercocok tanam langsung itu mereka yang diploma," tuturnya.Mahasiswa lulusan IPB banyak yang kerja di bank. Terus yang ingin jadi petani siapa?" sindir Presiden Joko Widodo dalam Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB)
'Mengapa bersempit-sempit di kantor?'
Heru
Mufti adalah salah satu lulusan pertanian yang memilih tetap
berkecimpung di sektor yang dipelajarinya saat masih berkuliah itu.
Sejalan dengan pernyataan Dwi Andreas, dia memilih sektor di luar kerja
sawah-ladang
Lulus dari jurusan agribisnis Universitas Padjajaran, enam tahun lalu, Heru langsung membuka usaha penjualan pupuk, bibit dan pestisida di kampung halamannya, Payakumbuh, Sumatera Barat.
"Sebanyak 70%
lulusan jurusan saya itu, tidak ada yang kerja di pertanian. Kebanyakan
di bank... Saya merasa banyak teman saya yang gengsi kerja di pertanian.
Lalu saya putuskan mengapa harus ikut orang lain? Saya milihnya out of the box...," katanya kepada BBC Indonesia.
- Pertanian besar yang menghasilkan kekuatan tak terlihat
- Kasus beras: Dari penggerebekan hingga harga yang ‘mencekik petani’
Heru mengungkapkan meskipun target pasar dagangannya hanya
petani, "tetapi mereka selalu butuh (pupuk, bibit, pestisida). Dari segi
ekonomi (penghasilan saya sekarang) lebih bagus daripada bekerja di
bank."
Melalui empat buah toko produk pendukung taninya di
seputaran Payakumbuh, Heru bisa memperoleh omzet fantastis Rp1,5 miliar
per bulan. "Nanti segera nambah satu toko baru lagi," tambahnya.
Baca Juga Seputar Pasundan
Dia meminta agar lulusan pertanian untuk "lebih membuka pikiran dan
wawasan, bahwa dunia pertanian itu sangat luas dan bisa menghasilkan
uang yang banyak."
"Indonesia punya tanah yang subur dan tanah yang luas, mengapa kita harus bersempit-sempit di perkantoran?" pungkas Heru. Demikian dikutif dari BBC